BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap
daerah atau suku bangsa, sudah mempunyai beragam adat istiadat yang
membedakannya dengan suku-suku dan daerah lainnya. Begitu juga dengan Kabupaten
Sambas.
Kabupaten
Sambas terkenal dengan sebuah peninggalan sejarah yaitu sebuah
keraton peninggalan Kesultanan Sambas. Penduduknya mayoritas melayu
dan berbahasa melayu. Bahasa Melayu sangat mudah dipahami, apalagi bagi orang yang
mendengar, misalnya: Seseorang berbicara, "Kamu mau ke mana?" jika dalam bahasa
melayu "Kau nak ke mane", (penyebutan "e"
dalam bahasa melayu, sedangkan bahasa suku Sambas membunyikan "e"
seperti bunyi pada kata "lele").
Keunikan lain
dari bahasa Melayu Sambas adalah pengucapan huruf ganda seperti dalam bahasa Melayu Berau di Kalimantan
Timur, seperti pada kata 'bassar' (artinya besar dalam bahasa Indonesia).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
kebudayaan suku melayu yang ada di daerah Kabupaten Sambas?
2.
Apa saja pantang
larang yang ada di daerah Kabupaten Sambas?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
kebudayaan suku melayu yang ada di daerah Kabupaten Sambas.
2.
Untuk mengetahui
pantang larang yang ada di daerah Kabupaten Sambas.
3.
Untuk lebih
mengenal kebudayaan suku melayu Sambas Kalimantan Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kebudayaan Suku
Melayu di Sambas
a.
Sistem
Kepercayaan /Religi
Upacara yang
bersifat tradisional sudah tidak ada lagi karena
sebagian penduduk beragama islam dan hanya merayakan hari-hari besar agama Islam
saja, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul
Adha.
Ada perbedaan
dalam sistem religi antara masyarakat suku Melayu
Kalimantan Barat dengan masyarakat suku Jawa.
Misalnya, di dalam keyakinan dan kepercayaan pada masyarakat suku Jawa, dimana
keyakinan mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh agama yang timbul dan dianut
masyarakat Jawa tersebut. Sikap religius mereka sering ditampakkan dalam
kegiatan berkunjung ke makam nenek moyang dengan menaburkan bunga yang disebut
“Nyekar”. Mereka
percaya bahwa nenek moyang adalah sebagai cikal bakal atau benih suatu kaum.
Oleh karena itu, untuk menghormati para nenek moyang, mereka melakukan kegiatan nyekar ke makam nenek moyang.
Selain itu mereka juga mempunyai aliran kepercayaan lain yang sangat dipatuhi
dan tetap mereka laksanakan, dan aliran kepercayaan itu merupakan hasil
saringan ajaran agama resmi seperti agama Islam, Hindu, Budha dan agama Nasrani. Sedangkan pada
masyarakat suku Melayu di Kalimantan Barat pada khususnya kepercayaan mereka
sepenuhnya berawal dari agama Islam dan aliran kepercayaan seperti itupun tidak
kita jumpai pada suku Melayu ini karena mereka
taat dalam menjalankan syariat agama Islam dan mereka berpegang teguh pada
ajaran agama tersebut. Adapun kegiatan yang bersifat keagamaan yang masih
mereka jalankan dengan sepenuh hati, misalnya Nazam, Berzanji, Tahar dan
sebagainya.
b.
Sistem Kekerabatan
Sistem
kekerabatan pada masyarakat Melayu di Kalimantan Barat pada umumnya menganut
sistem bilinial atau bilateral yaitu mengambil garis keturunan dari ayah dan
ibu. Anak
mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dari orang tua maupun sanak
keluarga dari ayah dan ibu.
Tetapi dalam pembagian warisan, anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih
banyak dari anak perempuan.
Dalam
suku Melayu, yang merupakan kelompok kekerabatan terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak. Ketiga unsur inilah yang disebut keluarga inti. Adapun istilah yang digunakan oleh masyarakat Sambas adalah sebagai
berikut:
1. Mertua,
yaitu panggilan untuk menyebut orang tua suami atau istri.
2.
Besan, yaitu panggilan
orang tua dari pihak laki-laki menyebut orang tua pihak istri anaknya atau
dengan menantunya dengan sebutan besan dan demikian sebaliknya.
3.
Ipar, yaitu panggilan
untuk saudara kandung dari suami atau istri.
4.
Biras, yaitu panggilan
untuk suami atau istri dari ipar.
5.
Ayah, yaitu panggilan
anak-anak terhadap orang tua laki-laki.
6.
Umak, yaitu panggilan
anak-anak terhadap orang tua perempuan.
7.
Nek Aki, yaitu
panggilan terhadap orang tua laki-laki ayah atau ibu.
8.
Nek Wan, yaitu pangglan terhadap orang tua perempuan ayah
atau ibu.
9.
Pak Tuak, yaitu
panggilan untuk saudara laki-laki ayah atau ibu.
10. Mak Tuak,yaitu panggilan untuk
saudara perempuan ayah atau ibu.
Panggilan terhadap Pak
Tuak ini tergantung dari urutan kelahiran. Apabila Pak Tuak merupakan anak
pertama maka dipanggil Pak Along (yang sulung), anak kedua dipanggil Pak Angah
(yang tengah), dan yang terakhir dipanggil Pak Usu (yang bungsu) Sedangkan
untuk yang perempuan dipanggil Mak Along, Mak Angah dan Mak Usu. Jika jumlah
saudara lebih dari tiga orang disebut berdasarkan warna kulitnya.
Istilah tersebut dapat
juga dilihat dari fisiknya. Apabila waktu lahir badannya kecil, maka dapat
dipanggil Pak Acik. Apabila badannya panjang, maka dapat dipanggil Pak Anjang.
Dan apabila badannya gemuk dipanggil Pak Amok.
Bila panggilan terhadap orang dewasa ada istilahnya, maka antara anak-anak juga ada istilah sendiri. Misalnya sebutan saudara sepupu untuk anak dari Pak Tuak dan Mak Tuak.
Bila panggilan terhadap orang dewasa ada istilahnya, maka antara anak-anak juga ada istilah sendiri. Misalnya sebutan saudara sepupu untuk anak dari Pak Tuak dan Mak Tuak.
c.
Adat-IstiadatPerkawinan
Dalam masyarakat
Melayu Sambas , banyak tradisi atau
adat istiadat yang harus dipenuhi sebelum dan sesudah perkawinan, antara lain
sebagai berikut :
Ø Cikram
Cikram merupakan tanda
ikatan pertunangan antara dua insan, dan jika sudah ada gadis pilihan, maka di
utus orang-orang yang dituakan atau orang-orang tua untuk datang ke pihak orang
tua perempuan pilihannya tersebut. Biasanya menurut adat istiadat dalam kedatangan wakil
dari pihak laki-laki itu, ada barang-barang yang perlu dibawa, antara lain:
sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau, dalam satu ceper atau talam, sedangkan sehelai sarung,
selendang, sabun dan bedak sebagai bahan pengiring, dan bahan-bahan tersebut
diberikan kepada pihak orang tua perempuan.
Barang-barang tersebut
belum diserahkan dan terlebih dahulu dimulai dengan acara pelamaran. Dalam
acara pelamaran ini, biasanya maksud kedatangan pihak laki-laki ini dikiaskan
dengan pantun dan sajak. Apabila pantun dan sajak itu dijawab dengan baik oleh
pihak perempuan, maka pihak laki-laki menyerahkan barang bawaan berupa sirih,
pinang, kapur, gambir dan tembakau.
Setelah
penyerahan barang bawaan berupa sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau ini,
wakil dari pihak perempuan membalas pemberian sirih, pinang tersebut dengan
tidak ketinggalan sirih, pinang serta sarung dan songkok sebagai tambahan. Hal
ini merupakan pertanda bahwa telah ada persetujuan mengenai ikatan kedua insan
tersebut.
Ø Antar-Pinang
Setelah pelaksanaan
antar cikram, maka tahap berikutnya adalah antar pinang. Antar pinang ini
merupakan salah satu adat istiadat dalam perkawinan yang harus dilaksanakan.
Apabila hari dan waktu
dari pelaksanaan antar pinang telah disepakati atau ditetapkan, maka
barang-barang yang akan diantarkan lebih banyak dari cikram dan menurut adat
istiadat yang berlaku, sirih pinanglah yang lebih diutamakan. Mas kawin untuk perempuaan
dapat berupa uang, emas dan barang.
Hal ini tergantung
kesepakatan kedua belah pihak.
Selain
itu yang turut serta menjadi barang antaran adalah perlengkapan alat- alat
tempat tidur, pakaian, pakaian dalam, sandal, payung dan barang-barang
kelontongan lainnya. Barang-barang tersebut dibawa kepihak perempuan, dan
orang-orang dari pihak laki-laki turut serta beramai-ramai mengantarkannya.
Kecuali tempat tidur diantarkan sebelum antar pinang. Adakalanya syarat yang
ditentukan yaitu disebutkannya sejumlah uang hangus tersebut dan besar kecilnya
tergantung keadaan atau kemampuan pihak laki-laki. Uang hangus tersebut
bertujuan untuk membantu konsumsi pihak perempuan dalam pelaksanaan pesta
perkawinan.
Ø PelaksanaanPerkawinan
Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan “Gladak” yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan. Ketika hari perkawinan telah tiba, acara ini diiringi dengan musik tanjidor yang bertujuan untuk menyemarakan acara pesta. Apabila tamu-tamu sudah berdatangan, maka protokol menyambut dengan ucapan selamat datang kepada para undangan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kata sambutan oleh penyelenggara, kemudian acara dilanjutkan dengan acara adat yaitu pembacaan zibir nazam dan Al-berzanji.
Beberapa hari sebelum acara pokok perkawinan dilaksanakan, maka kaum kerabat yang jauh sudah berdatangan. Kaum kerabat itu membantu membuat tarup dan emper-emper. Tarup tempat duduk untuk undangan, sedangkan emper-emper tempat sajian makanan. Tarup ini dihiasi dengan “Gladak” yang lukisannya berwarna-warni. Gladak adalah dekorasi untuk tarup dimana bahannya dari kain yang telah disiapkan, tujuan dipasangnya gladak adalah supaya para undangan tidak merasa bosan. Ketika hari perkawinan telah tiba, acara ini diiringi dengan musik tanjidor yang bertujuan untuk menyemarakan acara pesta. Apabila tamu-tamu sudah berdatangan, maka protokol menyambut dengan ucapan selamat datang kepada para undangan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kata sambutan oleh penyelenggara, kemudian acara dilanjutkan dengan acara adat yaitu pembacaan zibir nazam dan Al-berzanji.
Ø Pulang-Memulangkan
Malam pertama setelah acara perkawinan, ada lagi acara yang disebut acara pulang memulangkan. Dalam acara ini wakil dari pihak laki-laki dan perempuan diharapkan kehadirannya untuk saling menyerahkan kedua mempelainya tersebut.
Adapun acaranya adalah wakil dari pengantin laki-laki menyerahkan kepada wakil pengantin perempuan dan menurut adat yang telah ditentukan, wakil pihak pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada pengantin perempuan itu tersendiri. Berikutnya wakil dari pengantin perempuan menerima penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki, sama halnya dengan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan. Setelah selesai acara pulang memulangkan, kepada orang yang dituakan diminta untuk memberikan nasihat, khususnya nasihat perkawinan kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga, lalu dilanjutkan dengan acara sujud. Dalam acara sujud ini, pengantin laki-laki dan perempuan bersalaman mencium tangan kedua ibu bapak dan mertuanya sebagai tanda taat setia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat.
Malam pertama setelah acara perkawinan, ada lagi acara yang disebut acara pulang memulangkan. Dalam acara ini wakil dari pihak laki-laki dan perempuan diharapkan kehadirannya untuk saling menyerahkan kedua mempelainya tersebut.
Adapun acaranya adalah wakil dari pengantin laki-laki menyerahkan kepada wakil pengantin perempuan dan menurut adat yang telah ditentukan, wakil pihak pengantin laki-laki menyerahkan anaknya kepada pengantin perempuan itu tersendiri. Berikutnya wakil dari pengantin perempuan menerima penyerahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyerahan pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki, sama halnya dengan penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan. Setelah selesai acara pulang memulangkan, kepada orang yang dituakan diminta untuk memberikan nasihat, khususnya nasihat perkawinan kepada kedua mempelai dalam mengarungi hidup berumah tangga, lalu dilanjutkan dengan acara sujud. Dalam acara sujud ini, pengantin laki-laki dan perempuan bersalaman mencium tangan kedua ibu bapak dan mertuanya sebagai tanda taat setia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat.
Ø Buang-Buang
Acara ini biasanya dilaksanakan pada tengah malam pertama setelah acara pulang memulangkan dan pihak pengantin perempuan yang maendatangkan dukun untuk melaksanakan acara ini. Alat-alat yang diperlukan berupa air tolak bala, lilin dua batang, telur ayam sebiji, kelapa setampang diisi gula pasir, benang sumbu dan beras secupak. Semuanya dimasukkan kedalam suatu tempat yang disebut bintang.
Pengantin laki-laki memakai sarung yang dililitkan dibadan, sedangkan perempuan memakai kemban dan berkerudung. Mereka berdiri dipelataran yang telah disiapkan, lalu dukun menyiram kedua mempelai hingga basah kemudian dengan dua buah lilin yang sedang menyala dikelilingkan sebanyak tujuh kali dan pada keliling yang ketujuh, apinya harus ditiup serempak oleh kedua mempelai dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu, lalu mereka berganti pakaian dan duduk yang telah dipersiapkan. Maksud dari acara buang-buang ini adalah sebagai peringatan bagi pengantin baru untuk membersihkan diri dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Acara ini biasanya dilaksanakan pada tengah malam pertama setelah acara pulang memulangkan dan pihak pengantin perempuan yang maendatangkan dukun untuk melaksanakan acara ini. Alat-alat yang diperlukan berupa air tolak bala, lilin dua batang, telur ayam sebiji, kelapa setampang diisi gula pasir, benang sumbu dan beras secupak. Semuanya dimasukkan kedalam suatu tempat yang disebut bintang.
Pengantin laki-laki memakai sarung yang dililitkan dibadan, sedangkan perempuan memakai kemban dan berkerudung. Mereka berdiri dipelataran yang telah disiapkan, lalu dukun menyiram kedua mempelai hingga basah kemudian dengan dua buah lilin yang sedang menyala dikelilingkan sebanyak tujuh kali dan pada keliling yang ketujuh, apinya harus ditiup serempak oleh kedua mempelai dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu, lalu mereka berganti pakaian dan duduk yang telah dipersiapkan. Maksud dari acara buang-buang ini adalah sebagai peringatan bagi pengantin baru untuk membersihkan diri dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Ø Balik-Tikar
Hari keempat setelah acara perkawinan adalah dilaksanakannya adat yang disebut sebagai adat balik tikar. Tikar diranjang dibalikkan dan demikian dengan kasurnya. Kelambu yang dihiasi dengan berbagai dekorasi dibuang dan diganti dengan kelambu yang baru. Apabila utusan pengantin laki-laki datang menjemput untuk membawa kedua mempelai kerumah orang tua laki-laki pengantin perempuan dibawa mak inangnya yang disebut dengan adat singgahan.
Biasanya, dua hari dua malam berada dirumah orang tua laki-laki dan berkunjung kerumah keluarga terdekat pengantin baru pulang kerumah orang tua perempuan.
Adat istiadat ini masih ada dan perlu dilestarikan demi kelestarian budaya yang terdapat di dalamnya.
Hari keempat setelah acara perkawinan adalah dilaksanakannya adat yang disebut sebagai adat balik tikar. Tikar diranjang dibalikkan dan demikian dengan kasurnya. Kelambu yang dihiasi dengan berbagai dekorasi dibuang dan diganti dengan kelambu yang baru. Apabila utusan pengantin laki-laki datang menjemput untuk membawa kedua mempelai kerumah orang tua laki-laki pengantin perempuan dibawa mak inangnya yang disebut dengan adat singgahan.
Biasanya, dua hari dua malam berada dirumah orang tua laki-laki dan berkunjung kerumah keluarga terdekat pengantin baru pulang kerumah orang tua perempuan.
Adat istiadat ini masih ada dan perlu dilestarikan demi kelestarian budaya yang terdapat di dalamnya.
d. Antar Pakatan
Kabupaten Sambas memiliki banyak
adat istiadat yang unik mulai dari sebelum pernikahan,acara pernikahan,
mengandung, melahirkan dan sebagainya. Saat acara pernikahan, Buang Minyak (
Mengandung , Tepung Tawar ( acara sesudah melahirkan ), dan acara - acara lain
nya termasuk Sya'ban tak lepas dari yang namanya " Antar Pakatan ". Antar Pakatan berasal dari kata
Antar : yang artinya Membawa atau menghantarkan, sementara Pakatan itu artinya
Sepakat, setuju atau mufakat.
Antar Pakatan adalah suatu adat
istiadat dimana seorang atau satu keluarga yang di undang kerumah yang empunya
acara membawa beras, uang, dan seekor ayam. Tamu yang di undang tersebut
membawa beras sekitar satu kilo yang di masukan kedalam baskom atau ember kecil
yang ada penutupnya kemudian ketika akan salaman beras tersebut di berikan
kepada yang punya acara, saat salaman biasanya uang di berikan saat tangan
bersalaman. Beras serta uang itu biasanya di bawa tamu ketika menghadiri acara
- acara yang berskala kecil artinya acaranya tidak terlalu meriah seperti acara
sya'banan atau syukuran.
Sementara acara Antar Uang atau
Antar Pinang, Pernikahan, Buang Minyak, serta Tepung Tawar dan Sunatan biasanya
selain beras dan uang, para tamu itu membawa seekor Ayam, nah itulah yang di
sebut Antar Pakatan. Adat istiadat antar pakatan ini sudah berlansung lama dan
sampai sekarang masih tetap tumbuh dan berlaku terus menerus di kabupaten
Sambas.
e.
Makan Saprahan
Saprahan atau nyaprah dalam
bahasa Sambas dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai makna makan
bersama-sama atau makan berjamaah dengan jumlah 5-6 orang. Jadi dapat
disimpulkan dari kata makan saprahan adalah makan bersama-sama
dengan duduk di lantai pada suatu acara dengan jumlah 5-6 orang. Makan nyaprah juga
dapat dilakukan di rumah kita sendiri bersama keluarga, bapak, ibu, kakak,
abang, atau adik-adik yang lain. Begitu juga jika kita kedatangan tamu, kita
ajak dia makan bersama-sama dengan nyaprah duduk bersila di
lantai.
Makan saprahan biasanya
pada saat acara perkawinan, tepung tawar, sunatan, pindah rumah, dan
lain-lainnya. Lauk-pauk dalam acara makan saprahan itu
sebanyak 5-6 perkara, tergantung niat dan kemampuan dari tuan rumah. Biasanya
ayam 2 macam, sapi 1 macam, sayur, telur, sambal, lalap (pecel atau rujak). Dan
pada setiap acara menunya bervariasi, tergantung pada keuangan dan niat dari
tuan rumah, yang pastinya 4 sehat 5 sempurna (ditambah air susu).
Tradisi makan saprahan
memiliki makna duduk sama rendah berdiri sama tinggi ini. Prosesi saprahan
begitu kental dengan makna filosofis, intinya menekankan pentingnya
kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan sosial, serta persaudaraan. Budaya
saprahan ini masih banyak ditemui di daerah pinggiran, terutama pada acara
perkawinan tradisional. Para tamu atau undangan biasanya hadir dengan berbaju talok
belanga’ atau memakai jas dan sarung. Mereka duduk bersama sama undangan
lain di tarup (tempat khusus undangan yang berbentuk bangunan
memanjang) secara berhadapan memanjang mengikuti arah tarup.
Tradisi saprahan dalam
suatu upacara perkawinan khas masyarakat Melayu Sambas biasanya dibuka dengan
lagu-lagu ceria, diiringi alat musik tanjidor. Tamu yang boleh duduk di barisan
atau sap paling atas hanya mereka yang sudah bergelar haji, hajah, atau orang
yang berilmu. Selain di Sambas, tradisi saprahan juga dikenal di wilayah
Kalimantan Barat lainnya, seperti di Pontianak, Mempawah, dan Ketapang. Namun
di tiap-tiap daerah, cara penyajian serta jenis makanannya berbeda. Khusus di
Pontianak, makan saprahan hanya digelar untuk perjamuan para kerabat keraton.
Setidaknya ada empat
keistimewaan nilai yang didapatkan dalam kegiatan makan besaprah ini,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kesederhanaan melalui
makan besaprah ini terlihat sebuah kesederhaan yang tercipta, yaitu dengan
duduk secara bersama-sama dilantai dengan lauk dan sayur yang apa adanya.
Setiap orang dengan berbagai latar belakang, kaya atau miskin, muda atau tua,
mempunyai jabatan atau tidak, makan makanan yang sama,tidak ada yang
diistimewakan.
2. Kebersamaan dan
kekeluargaan, makan besaprah menjalin kebersamaan dan kekeluargaan yang
merupakan modal penting untuk menjaga kita tetap saling mengenal.
3. Persatuan, Semakin baik
kita mengenal sesorang lain maka hubungan emosional kita dengan orang tersebut
akan baik dan akan berpengaruh pula kepada rasa persatuan dan kesatuan kita.
4. Solidaritas, dengan
terjalinnya dan kesatuan dan persatuan rasa solidaritas akan timbul dengan
sendirinya.
2.2 Pantang Larang
Pantang larang yang berlaku dalam suatu daerah
merupakan salah satu dari berbagai macam kekayaan khazanah kebudayaan. Masing-masing masyarakat sudah pasti mempunyai suatu kearifan untuk menjaga dan melestarikan
lingkungannya. Mengenai pantang larang yang berlaku di Kabupaten Sambas, sebagian masih ada yang mempercayainya dengan
sepenuh hati.
Namun sebagian besar juga sudah mulai
meninggalkannya. Penduduk yang masih memakai pantang larang tersebut biasanya berasal
dari kalangan orang-orang tua. Dan seiring bergantinya generasi, orang-orang
sudah mulai meninggalkannya, dan tidak lagi meyakini hal tersebut sebagai
sesuatu hal yang harus benar-benar dipegang.
a.
Jangan berbaring sambil tengkurap. Pantangan ini jika dilanggar, diyakini akan menyebabkan ibu
kandung orang tersebut bisa meninggal.
b. Jangan berbaring dengan bertopangkan tangan. Berbaring dengan bertopangkan tangan maksudnya, saat kita
berbaring, tubuh kita itu bertumpu pada satu tangan, dengan posisi miring (ke
kiri atau ke kanan). Dan pantangan ini jika dilkukan maka akan menyebabkan
telinga tidak bisa mendengarkan kebenaran, yakni saat orang tersebut akan
meninggal dunia, dia tidak akan bisa mengikuti orang yang menuntunnya membaca
kalimah tauhid.
c. Jangan memotong kuku pada malam hari. Memotong kuku pada malam hari juga sangat dilarang, karena
jika hal tersebut dilakukan, maka seperti pantangan bisa menyebabkan ibu mati juga.
d. Jangan mandi pakai baju. Terutama saat kita mandi di sungai, maka tidak boleh mandi
menggunakan baju. Orang di sana jika mandi di sungai biasanya menggunakan kemban. Jika
pantangan ini dilanggar, maka bisa menyebabkan mati bungkus (khusus perempuan).
Mati bungkus di sini bermakna, jika orang tersebut hamil, maka anak yang dalam
kandungannya tersebut, bisa meninggal dalam kandungan.
e. Bersiul di dalam rumah. Bersiul dalam rumah juga sangat dilarang,
karena diyakini akan menyebakan kesialan, dan menjauhkan dari rezeki.
f. Anak gadis tidak boleh duduk di depan pintu. Seorang gadis, sangat dilarang duduk di depan
pintu rumah. Hal ini di yakini bisa menyebabkan nanti tunangannya balik (tidak jadi
datang melamar).
g. Masak jangan sambil menyanyi. Pantangan yang satu ini, bisa dikatakan yang
paling populer dan sampai saat sekarang masih sering disebut-sebut oleh orang
tua maupun muda. Pantangan ini jika diabaikan, bisa menyebabkan anak gadis
tersebut nantinya akan mendapat jodoh orang yang sudah tua.
h. Tidak boleh mencuci kuali langsung di sungai,
dan membuang abu dapur ke sungai,
Mencucui kuali, atau membuang abu dapur di sungai, terutama pada saat orang tersebut melakukan perjalanan dengan menggunakan sampan, maka akan menyebabkan hujan ribut, yang bisa membahayakan nyawa orang yang bersangkutan tentunya. Jadi boleh dikatakan hal ini juga bisa menyebabkan kematian.
Mencucui kuali, atau membuang abu dapur di sungai, terutama pada saat orang tersebut melakukan perjalanan dengan menggunakan sampan, maka akan menyebabkan hujan ribut, yang bisa membahayakan nyawa orang yang bersangkutan tentunya. Jadi boleh dikatakan hal ini juga bisa menyebabkan kematian.
i.
Tidak bolah mencemari air yang tergenang. Jadi saat di hutan, jika kita menemukan air
yang menggenang, maka kita tidak boleh mencemari air tersebut, baik itu
mengunjak-injaknya, membuatnya keruh, apalagi kencing di sana, karena perbuatan
tersebut dianggap sama saja dengan durhaka kepada orang tua.
j.
Tidak boleh memanggang terasi, ikan, dan rotan pada malam hari. Orang yang sedang berada di dalam hutan, sangat
dilarang untuk membakar terasi, ikan, atau barang-banrang yang berbau menyengat
lainnya, selain itu juga tidak boleh membakar rotan, karena perbuatan tersebut
dapat mengundang hantu hutan, untuk menghampiri dan mengganggu kita.
k. Kencing di liang-liang kayu atau lubang tanah. Di dalam hutan, sudah pasti kita akan banyak
sekali menemukan lubang-lubang di tanah atau liang-liang yang terdapat di
kayu-kayu besar, karena dikhawatirkan liang atau lubang tersebut merupakan
tempat tinggal makhluk halus. Jadi jika seseorang kencing di tempat tersebut,
maka makhluk halus yang mendiaminya akan marah, lalu menggangu orang tersebut.
l.
Tidak boleh bersiul.
Seseorang juga sangat tidak dianjurkan untuk
besiul saat berada di hutan, sebab akan mendatangkan badai
Pantangan
bagi wanita yang sedang hamil, serta suaminya, dan setelah ibunya melahirkan:
a.
Jangan duduk di depan tangga. Wanita yang sedang hamil, tidak boleh duduk di depan tangga pintu
masuk rumah, karena akan mempersulit proses persalinannya nantinya.
b.
Tidak boleh tidur saat matahari sedang naik (waktu pagi). Tidur di waktu matahari sedang naik sangat
dilarang untuk semua orang, apalagi wanita yang sedang hamil, karena bisa
menyebabkan bayi yang di dalam kandungan jadi bengkak, sehingga secara otomatis
nantinya akan menyulitkan proses persalinan.
c.
Bagi suami, jangan menyembelih hewan, saat istrinya sedang hamil, kegiatan menyembelih hewan, bagi seorang suami sangat
dilarang. Karena perbuatan tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan anaknya mirip
dengan hewan yang disembelih oleh ayahnya tersebut.
d.
Suami juga tidak boleh membelah kayu. Membelah kayu, atau menebang kayu bagi suami
yang isterinya sedang hamil besar juga dilarang, karena anaknya bisa berbibir
sumbing, cacat atau terjadi hal-hal jelek lainnya.
e.
Seorang bapak, yang anaknya belum berumur 40 hari dilarang memotong
batang pisang. Saat anak baru lahir, terutama saat tali
pusarnya belum kering, bapaknya tidak boleh memotong batang pisang, karena akan
menyebabkan pendarahan pada pusar bayi tersebut. Berdasarkan cerita yang
penulis dapatkan dari dukun yang biasa membantu persalinan warga di sana,
peristiwa ini pernah terjadi. Bapak dari anak tersebut, karena tidak tahu, ia
menebang pisang, anakanya yang ada di rumah, dengan serta merta mengalami
pendarahan hebat pada pusarnya, yang akhirnya tidak tertolong dan meninggal
dunia.
f.
Seorang ayah juga tidak boleh memompa sepeda atau sepeda motor. Selain
memotong pisang tadi, sebelum seorang anak memasuki umur 40 hari, bapaknya juga
tidak boleh memompa sepeda atau sepeda motor, karena jika dilanggar, maka perut
anaknya akan kembung.
Pantangan-pantangan tersebut, jika kita tinjau
lebih dalam, (terlepas dari ancaman-ancaman tersebut, tentunya) maka kita akan
menemukan wujud dari kearifan lokal masyarakat setempat pada zaman dahulu dalam
upaya untuk mengajarkan anak-anak mereka tentang sopan santun, etika, dan upaya
dalam memelihara lingkungan, serta penghargaan terhadap makhluk ghaib, yang
walupun tak terlihat, namun mereka ada, dan berdampingan dengan manusia. Belum
lagi jika kita tinjau dari segi kesehatan dan dihubungkan juga dengan ajaran
agama. Sebagai contoh, pantangan yang berhubungan
dengan pelajaran etika, yakni larangan bagi anak gadis, jangan duduk di depan
pintu, atau larangan bernyanyi jika sedang masak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan suku
Melayu di Sambas yang penulis tuliskan terdiri dari:
1.
Sistem
kepercayaan/religi
2. System kekerabatan
3. Adat istiadat perkawinan, terdiri dari: cikram, antar
pinang, pelaksanaan perkawinan, pulang memulangkan, buang-buang, balik tikar.
4. Antar pakatan
5.
Makan saprahan
Pantang
larang yang berlaku dalam suatu daerah merupakan salah satu dari berbagai macam
kekayaan khazanah kebudayaan. Masing-masing masyarakat sudah pasti mempunyai suatu
kearifan untuk menjaga dan melestarikan lingkungannya. Mengenai pantang larang
yang berlaku di Kabupaten Sambas, sebagian masih ada yang mempercayainya dengan sepenuh
hati.
Namun
sebagian besar juga sudah mulai meninggalkannya. Penduduk yang masih memakai pantang larang
tersebut biasanya berasal dari kalangan orang-orang tua. Dan seiring
bergantinya generasi, orang-orang sudah mulai meninggalkannya, dan tidak lagi
meyakini hal tersebut sebagai sesuatu hal yang harus benar-benar dipegang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar